Selepas bercengkrama dengan ‘Kekasih Hati’ …
Kini, akhwat manja tengah menata hatinya.
Lagi dan lagi, untuk ke sekian kalinya berusaha untuk menjaga perasaan
ini. Bukan perkara mudah untuk menetralisir rasa itu. Aku menundukkan
pandangan dan hatiku untuk bisa meminimalisirnya dan membiarkan semua
mengalir seperti apa adanya hingga aku tak perlu lagi ditawan oleh rasa
yang begitu menggebu.
Mas-ku tahu itu dan berusaha untuk
menguatkan aku untuk berdiri, berdiri menatap masa depan. Awalnya memang
cukup sulit, Mas-ku mengetahui betul rasa itu.
“Lihat Mas … Mas bisa menempatkan
cinta itu pada tempatnya. Kalau Mas ingin mencela, Mas bisa melakukan
itu. Tak adil bila Allah telah memberikanmu cinta, sedangkan Mas sendiri
belum pernah diizinkan untuk mengecap cinta.”
Aku mengerti arah pembicaraan Mas-ku.
“Tapi Mas tidak melakukan itu. Mas
ingin cinta yang murni, cinta yang hanya dirasakan oleh Mas dan calon
Mas nanti. Keyakinan untuk menginginkan mendapatkan yang paling baik
dari yang terbaik lebih kuat daripada kesemuan yang ditawarkan di luar
sana.”
Lebih dari itu, aku tahu betul kemampuan
Mas-ku untuk menahan dirinya dari rasa yang bisa menyita waktunya itu.
Mas-ku bahkan lebih tangguh dari para prajurit di medan perang sana
karena ia bisa menahan nafsunya. Ia bisa mengalihkan dirinya kala rasa
itu mencuat hebat dalam hatinya. Aku tahu, Mas-ku pernah menyukai
seorang wanita yang kurasa layak untuk ia dapatkan. Tetapi, Mas-ku
mengatakan bahwa ia tak akan melanjutkan kekagumannya terhadap wanita
itu, karena wanita itu bukanlah haknya selama Allah belum memberikan
jawaban atas istikharahnya.
“Akhwat manja, selayaknya kamu bisa
memberikan yang terbaik untuk calonmu nanti. Menjaga fitrahmu sebagai
seorang akhwat yang penuh dengan keteladanan kelak bagi pasangan dan
buah hatimu. Bukankah ibu adalah sumber segala sesuatu? Tidakkah kamu
malu untuk mengumbar keseluruhan dirimu hingga tak ada lagi yang
tertutup dalam dirimu bila kamu memperlihatkan sikapmu yang seperti
itu?”
Menunduk adalah hal yang kulakukan kini.
Kembali ke masa lalu yang kurasa penuh dengan langkah semu. Aku memeluk
Mas-ku setelah derai airmata membasahi pipiku yang merona diterpa
sinaran rembulan. Malam ini, sepulangnya aku dari madrasah ilmu, aku
memilih untuk menenangkan hati bersama dengan Mas-ku. Mas-ku, aku ingin
lebih lama bersama denganmu.
Dilema mulai merayap dalam dinding hatiku. Ya Allah, dosakah aku bila aku meminta untuk memundurkan kedekatan jodoh bagi Mas-ku?
Karena aku masih ingin berlama-lama dengannya …
Karena aku masih ingin berada dalam dekapannya kala aku membutuhkan kehangatan hati seseorang …
Karena aku masih ingin membagi rasa cintaku hanya untuk Mas-ku seorang …
“Mas mau, pancaran bidadari surga ada
dalam wajahmu, wahai akhwat manja. Sifat manjamu itu yang membuat Mas
tidak bisa jauh darimu. Mas mencintai dan menyayangimu …”
“Mas ingin menjagamu hingga kamu
menemukan ikhwan tangguh yang dipilihkan Allah untukmu, wahai akhwat
manja. Karenanya, izinkan Mas menjagamu hingga waktu itu tiba …”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar