Aku sering kali tak habis pikir, cara apa lagi yang harus ku lakukan untuk bisa sedikitnya menggeser mindset
Aliza dalam menyikapi pola hidupnya yang penuh dengan Hedonisme itu.
Memang bukan sepenuhnya salahnya, dia memang terlahir dilingkungan
keluarga yang bertata cara hidup mewah dan serba mudah mendapatkan
segala cara yang diimpikan. Namun, apalah upaya yang mampu ku jibaku
lagi padanya sebagai seorang sahabat baiknya sedari kecil? Hhhfff..
Monodiskusi seperti ini kadang menyita energiku.
“Izma.. Kamu lagi banyak tugas nggak? Temenin aku yuuk ke Maxi Mall,
kemarin aku liat Scarf en Hot coat model baru disana.. Aku juga udah
lama nggak beli Heels nih, sebel deh kalo kemana-mana pasti yang
dikomentarin anak-anak Heels mulu!” Suaranya memutus monodiskusiku via
telepon. Dengan penuh ghirah dia mengutarakan keinginannya padaku, yang
seperti biasa, sulit berkata tidak padanya.
“Emmhh.. sebetulnya aku lagi ada tugas Liz, Gimana kalo..”
“Duuuh Iiz, kebiasaan deh kamu suka susah dulu minta waktunya. Aku
janji, cuma sebentar kok. Setelah aku dapat apa yang aku cari, kita
langsung pulang.. Nanti aku bantu kerjakan tugasmu juga seperti biasa.
Kemarin aku juga lihat shawl lucu warna peach gitu dan aku ingat kamu
punya baju warna itu. Aku jemput ya, aku udah dipertigaan sebelah
rumahmu nih, hihiihiii..” selorohnya tanpa pause, dengan santai
dan seperti biasa ia sudah hafal dengan berbagai alasanku, maka itu ia
seringkali tak bilang jika sudah berada dekat rumahku.
“ok, aku siap-siap dulu deh ya..”
Di dalam mobil, riuh gaya bicaranya seperti biasa seakan meramaikan
perjalanan kami. Berbagai hal kami bahas, namun jika arah pembicaraan
kami sudah mulai mendekati Ghibah aku berusaha mengalihkan
pembicaraan. Untungnya Aliz memang gampang terbawa alur pembicaraanku,
itulah yang membuatku bertahan bertahun-tahun dengannya. Dia pula
sahabatku yang jujur, yang berani mengatakan TIDAK! bila aku
keliru, dan dia selalu menuntutku yang sama. Aliz, menurutku hanya
terjebak pada situasi yang sebetulnya sulit untuk ia sadari, aku tahu
bahwa sahabatku nan cantik itu adalah sosok yang mulia. Ia gemar
menyantuni para Yatim dan Dhuafa, ia pun anti berpacaran, dan kerap
sangat peduli dengan lingkungan sekitarnya. Aliz pun jarang sekali
marah, ia selalu berusaha menghilangkan emosinya dengan cara apapun yang
membuat mood nya cepat kembali baik, tanpa merugikan siapapun. Aliz
yang jenaka dan periang selalu membuatku nyaman, terlebih jika aku
sedang dilanda mood yang tak beraturan, karena orang-orang pun memang
menilaiku lebih sensitif ketimbang Aliz.
“Liz, seingetku kamu baru restock barang-barangmu minggu lalu deh.
Kamu kan habis beli Scarf 3 dengan model yang Asoy punya, udah gitu pake
belikan aku segala lagi, hhfffhh..” ungkapku,
“Iya dear,, i knew it. But, hehee.. u know lah! Lagian aku beliin
kamu itu udah jadi kewajiban kale, wong aku yang minta jatah waktumu kan
:p ” ucapnya dengan gaya cueknya seperti biasa.
“Iih kamu tuh ya, aku nggak kebayang jadi apa lemari shawl mu itu.
Namanya aja udah LEMARI, berarti udah bisa buat jualan juga tuh, hmm..
ckckckk ?!@##$^*&!? Inget loh Liz, jangan…”
“Jangan Berlebihan…! Aku selalu inget kok Izmaa, makasih sahabatku
tersayang, sudah ingatkan lagi. Kalau aku sudah nggak pakai lagi, aku
juga nggak akan biarkan semua menumpuk di lemari shawl ku” ungkapnya
sembari tersenyum ceria.
Sampailah kami di salah satu Mall terbesar di Ibukota, seperti
biasanya.. Aku hanya akan mengangguk dan menggeleng jika Aliz meminta
pendapatku. Kemudian ia pun tak akan lupa membelikanku, sebagai ungkapan
terima kasihnya. Sejujurnya, aku senang melihatnya bahagia, namun
terkadang ada hal yang menggelitik di bilik hatiku yang lain. Rasanya
tidak enak dan kurang nyaman, aku merasa sahabatku ini terlalu berlebih
dalam urusan Fashion dan Shoping, bukan berarti aku tidak menyukai hal
itu. Itu penting bagi Syiar juga kepada umat di jaman minimalis kini.
Aku pun senang memadu padankan pakaian-pakaianku, dan sangat tidak
nyaman jika pakaianku terkesan asal, apalagi seorang Muslimah yang baik
harus senantiasa berpenampilan bersih, rapi dan tentu saja sesuai
syar’i. Tetapi pemandangan ini kadang menggangguku, melihat Aliza
kebingungan mencari-cari model terbaik, menyaksikannya terbuai dalam
keindahan duniawi ini.
Kemudian lantas saja pikiranku menerawang, pada beberapa masjid
cantik yang sepertinya asyik untuk kita sambangi dan melakukan
ibadah-ibadah penuh kehangatan bersama Aliza. Ya! Aku harus berupaya
membujuknya, untuk mau terpikir kesana. Aku tahu ia tak sulit untuk aku
rayu, semoga saja ada secercah perubahan yang kuharap ikhlas muncul dari
dirinya, tanpa keterpaksaan walaupun belum dihiasi kesadaran yang
lengkap dari Nawaitu dirinya.
“Aliz sayang.. kamu masih lama? tadi kan kamu janji nggak akan lama milih-milih.” ucapku sedikit manyun,
“Hihiihii, iyah.. iyah.. ini aku sudah mau ke Cashier kok. I’m sorry
for being a lilttle lying to you. Eh kamu udah lihat kan Shawl yang aku
bilang tadi, cantik kali kan?”
“iyah.. syukran ya Ukh Jamilatii, semua yang kamu pilihkan memang tak
pernah salah, selalu tepat sasaran. That’s why i’m your soulmate,
hehehe..” nadaku sedikit meledek,
“afwan ukh habibatii.. with my pleasure my dearest Soulmate. I’m
hungry aniway, kita mampir sebentar isi perut ya. Eh tapi kita sholat
dulu deh sebentar, ok ?”
“yea sure honey..”
Selesai sholat ashar, lega sekali rasanya. Aku bersyukur dengan
keadaan yang ku punya saat ini, aku memiliki sahabat yang insyaAllah
sudah bisa kuterima baik kelebihan maupun kekurangannya. Begitu pun ia,
aku merasa Aliz sangat bisa menerima kelemahanku, bahkan seringkali ia
menutupi dan melengkapinya. Maka itu, kami tidak pernah merasa kesepian.
Apalagi jika harus berpacaran dengan laki-laki atau Ikhwan umumnya
seperti para muslimah saat ini. Pernah ada beberapa Ikhwan mendekatiku
begitu pun Aliza, namun karena aku juga merasa Allah menyayangi kami
berdua (Aku dan Aliza) maka mental lah ikhwan atau para lelaki itu, kami
sadar bahwa Allah tak suka, DIA akan cemburu dengan sangat. Maka Allah
karuniakan kami nikmat persahabatan seperti ini.
“Emmhh kamu lagi pingin makan apa Liz?” tanyaku,
“Aku lagi pingiinn banget Ramen Iz, kita ke Oishi aja yuk! Di situ kan lagi ada discount..” jelasnya penuh semangat,
“Aduh Aliza.. Oishi itu muahaalll sekalee! Aku nggak mau ah, aku sengaja cuma bawa uang untuk makan di Bakmi GM “
“Oh come ooon Izmaa.. Pake Credit Cardku lagi Discount Up to 75% !!!”
seperti biasa,, bujuknya seringkali tak mempan untukku karena memang
aku terkenal kritis dan tak mudah terpengaruh jika sudah dalam
prinsipku,
“Aliza sayang.. kamu lupa ya? aku kan anti Credit card! Emang sih aku
terlihat pelit, bawa uang aja cuma buat beli Mie Ayam. Tapi aku begitu
bukan untuk menyesatkan, aku nggak mau kamu Depending sama
Credit Card mu itu. Kita makan di Bakmi GM aja ya? Nanti kalo Credit
Cardmu safety, Abib sama Umi mu pasti akan bangga punya anak seperti
kamu. Uang cash mu yang sebetulnya masih banyak di dompetmu itu juga
masih bisa kamu tabung untuk beli shawl, scarf atau Wedges yang kamu mau
next time. Ya kan?” begitulah aku harus detail memberinya pengertian,
agar dia langsung merunut seperti yang kuharap, hehehe..
“…” dengan wajah manyun nya Aliz hanya terdiam,
“kenapa? basi ya? hihihhiii, sudahlaah.. kapan-kapan aku yang traktir
Oishi ya kalau komisi ku cair, insyaAllah nggak lama lagi kok.” sembari
menariknya memasuki Bakmi GM resto, aku tak henti meyakininya. Aku tahu
ia sedikit Bete, walaupun ia tahu bahwa apa yang aku lakukan karena aku
sayang padanya. Inilah yang terkadang sulit kami hindari untuk
berdebat, salah satu kelemahannya adalah ia sedikit anti pati dengan
makanan-makanan atau resto yang kurang classy alasannya karena
pencernaannya sensitif, dan lain-lain. Ya. Aliza agak rewel soal
makanan, karena terbiasa makan makanan mewah dirumahnya.
“Sudah dunk Liz,, jangan cemberut terus.. Kan aku sudah janji akan
traktir kamu di Oishi kalau Honor naskah ku sudah cair. Masak sih kamu
masih ngambek juga.”
“bener yaa.. nanti aku tagih kalau honor mu udah cair “
“Swear! InshaAllah… “
“eh iya Liz, aku sepertinya mau mulai ikut kajian bedah Quran –
tadabbur di Al-Azhar deh jumat besok. Rasanya sepertinya nikmat saja
kalau kita paham apa yang kita selalu baca di Quran.”
“aku juga mau dooonk…! Kadang pulang kuliah aku bete nggak ngapa-ngapain, tesisku juga udah hampir selesai. Aku ikut ya darl..!”
“Alhamdulillah iya pasti doonk, aku seneng banget kamu mau ikut.
Kadang ba’da dzuhur dan asharnya juga suka ada kajian Tazkiyatun Nafs
lho, seru banget! Aku pernah ikutan sekali, mendadak waktu itu pulang
dari kantor cuma kasih naskah, masih siang jadi aku mampir deh..”
“Oh ya? waah aku jadi penasaran.. Oke-oke, pokoknya kamu siap-siap
aku buntutin yaah, hahaha..” ucapnya ceria lagi, membuatku lega tak
terkira. Ternyata tepat sasaran! Aliz memang mudah ku pengaruhi,
untungnya aku mempengaruhi untuk kebaikan, hihihii..
Tak terasa hari sudah cukup malam, jam 6 pun terlihat di jam tangan
kami masing-masing, tanda dekat maghrib. Kami asyik berdiskusi, sehingga
tak terasa waktu telah meyapa manis, mengajak kami menghadap Rabb Sang
Khalik.
Usai sholat Maghrib, kami pun beranjak meninggalkan mall. Kemudian kembali kami terlibat perbincangan menarik lagi..
“Liz, kamu ingat nggak sih ada Ikhwan yang sempet membahas Kitab Al-Hikam sama kita..?”
“Oh iya dong, jelas aku ingat! Yang ganteng itu kan, sosok ideal banget deh! Kenapa Iz? Kamu naksir ya?”
“Yeee.. nggak gitu. Kalo naksir sih aku yakin semua Akhwat gampang
naksir sama dia, cuma yang mau aku bicarain ini adalah ternyata, dia itu
Dai muda di Dubai yang sukses dan ternyata masih ada hubungan keluarga
denganku. Emmh, tepatnya dia sepupuku.” ungkapku dengan raut heran.
Karena memang mengherankan, lelaki Famous yang sedang In Trending Topic setiap
Akhwat di Ibukota tak ketinggalan juga aku ternyata adalah saudara
sepupuku sendiri. Bangga sih, tapi kandas sudah harapanku.. hihihii
“Whattttt…????? Kamu lagi ngayal ya Iz? Jangan mentang-mentang kamu
ngefans sama tuh anak, terus kamu jadi mulai senewen gini! Bisa-bisa aku
yang jadi Gila nih kalo berita itu bener. Aku akan teror kamu untuk
bisa comblangin aku sama dia itu! Hahahaa.. Jangan kelewatan kalo
ngarang cerita Izma sayang…”
“Lho?! Kamu heran ya? Sama donk! Aku juga masih terheran-heran nih.
Kok bisa ya?!@$#$?/ Umi cerita sama aku tanpa beban gitu, ya secara Umi
nggak ngerti juga sih perkembangan yang lagi In sekarang di
kalangan muda-mudi. Tapi lucu aja gitu, aku sampe di omelin Umi karena
berkali-kali make sure nggak ada capeknya, hehehe..” ungkapku menimpali
keterkejutan Aliz.
Tiba-tiba.. terdengar suara mobil berdecit. Ya! Mobil kami rem
mendadak, karena Aliza benar-benar terkejut akan berita ini. Pasalnya
pun memang ia sering kali membicarakan Zameer, begitu lah sepupuku itu
di panggil. Zameer memang tak hanya nge-trend di ibukota, tapi
di Dubai pun beberapa wanita cantik muda pun tua telah gagal meminangnya
(baca : meminta untuk di nikahi dengan menanggung Mahar nya sendiri,
atau sekecil-kecilnya mahar dari Zameer). MashaAllah, sudah jadi
sepupunya saja aku sudah sangat bangga, apalagi jadi istrinya,
Astaghfirullah jadi berandai-andai seperti ini.
“Hey Liz, kamu kenapa? kamu tuh bikin kaget banget tahu nggak!”
“Eh kamu serius nggak bercanda Iz?”
“Kamu lihat aja mataku, mataku mudah terbaca kan kalo lagi ngibul.. Kamu kan udah hafal ” ledekku sembari meyakininya,
“Alhamdulillah wa Syukrillah.. Terima kasih ya Rabb, Engkau telah memberiku kesempatan Emas seperti ini. Izma sayang, aku…”
“Eitss.. aku udah tahu kamu mau ngomong apa. Tidak la yaauuu..!”
“Iiih… kamu jahat banget Iiizzz, plisss..”
“Ya ampuunnn Aliz sayang,, kalau kamu terlalu mengemis seperti ini
kamu nggak akan dapet manfaatnya. Pertama, Zameer pasti Ilfil sekali
sama kamu. Dan… aku juga Ilfil! wwkkwkw, yang terakhir Allah pasti akan
cemburu sama kamu hingga berakibat kamu justru bisa dijauhi dari Zameer!
Aliza sayang, kamu perlu ingat kamu cantik, sholiha, baik dan segudang
image baik tentang kamu. Semua teman-teman juga tahu itu. Jangan sampai
ini jadi Bumerang untuk Aura cantik mu itu. NO WAY!“
“Iya, tapi…”
Ketika ia ingin melakukan penangkisan, refleks mataku tertuju kepada
dua orang Pemulung berpakaian seadanya dan usang, sangat tak layak.
Ukuran tubuh atau berat badannya pun sungguh memprihatinkan. Kedua
pemulung itu asyik duduk tenang menikmati Mie ayam yang terbungkus Stereoform dan aku teringat beberapa jam lalu yang telah kami lewati.
“Ups..! Eit sebentar Liz maaf aku potong.. Coba kamu perhatikan dua orang itu.”
“Kenapa? mereka pemulung yang lagi makan itu kan?”
“Iya. Kamu sadar nggak apa yang mereka makan?”
……
Kami terdiam cukup lama, hingga akhirnya Aliza merunduk kepalanya sengaja ia sandarkan ke setir kemudi.
“Astaghfirullah, ternyata makanan kita sama dengan Pemulung itu. Aku
begitu angkuh ya Iz, terlalu pilah-pilih dengan makanan bahkan sudah
bisa dibilang berlebihan. Padahal dengan makan seperti tadi, aku bisa
sedikitnya merasakan kenikmatan sebagaimana mereka. Ya Allah… aku
sungguh beruntung..”
“Iya Liz, kita beruntung masih diberi anugerah kepekaan terhadap
sesama, sekali pun kita mampu dalam beberapa hal yang kita mau. Tapi
kamu berasa kan bagaimana Kasih Sayang Allah sama kita?”
“Iya Iz, Syukran Katsiran nggak pernah bosan ingatkan aku. Aku bangga punya sahabat seperti kamu..”
“Afwan habibatii, aku juga bangga sekali punya sahabat yang penuh
pengertian seperti kamu. Kalo begitu, baiklah.. Aku akan bantu kamu
dengan Zameer..”
“Apa?? Yang benar kamu Iz?”
“Iya aku bantu doa pastinya…. Hahahahaa!”
Aliza manyun dan kami terlena tawa dalam melanjutkan kembali
perjalanan kami yang tertunda. Sahabat, semoga kita tergolong
orang-orang yang pandai bersyukur dan mudah mengambil Ibroh dari segala
kejadian-kejadian baik besar maupun kecil.
note: Tokoh – Kejadian – Latar adalah karangan belaka, jika ada persamaan tak lain faktor ketidak sengajaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar